Dalam gambar lambang/logo Nahdlatul Ulama (NU) yang paling menonjol adalah gambar Bola Dunia (globe) besar yang menjadi gambar utama. Dikelilingi Bintang berjumlah sembilan dan dilingkari “dadung” (tambang/tali) serta tulisan Nahdlatul Ulama dengan huruf Arab sebagai penegas bahwa Jam’iyyah (organisasi) ini bernama Nahdlatul Ulama.
Gambar Bola Dunia utuh yang tidak hanya menunjukkan letak Indonesia, namun utuh menggambarkan seluruh dunia adalah perlambang bahwa NU merupakan bagian dari Warga Dunia. Sebagai Warga Dunia, maka NU juga memikul tanggungjawab untuk kebaikan dunia ini. Maka tidaklah mengada-ada jika jangkauan tanggung jawab serta aktivitas NU mencakup seluruh alam. Karena NU memang benar-benar “ma’al ‘alamin” atau NU Bersama Alam Semesta.
LINGKUNGAN
HIDUP
Jika ingin
terus dapat mengambil manfaat dari Bumi ini, maka manusia harus dapat menjaga
keberlangsungan Lingkungan Hidup agar tetap dapat bermanfaat. Jika rusak, maka
tidak dapat dimanfaatkan. Jika punah, maka harus mencari penggantinya yang
mungkin akan berakibat buruk pada aspek lainnya.
Kerusakan
Lingkungan Hidup yang terjadi di Bumi ini, merupakan tanggungjawab manusia
sebagai penghuni Bumi ini. Manusia yang menggantungkan segala kebutuhan
hidupnya dari apa yang ada di Bumi ini.
Jika kembali
melihat pada Al-Qur’an, maka benarlah bahwa kerusakan di Bumi ini merupakan
ulah manusia itu sendiri dan layaklah manusia itu sendiri yang harus
bertanggungjawab dan mengupayakan kembalinya Lingkungan Hidup yang memberi
manfaat.
(QS. Ar-Rum
: 41)
Bumi ini
telah diciptakan lengkap bersama penunjang kehidupannya. Semua yang ada dalam
Bumi ini haruslah seimbang, agar kehidupan yang layak dapat terwujud. Kualitas
hidup manusia dipengaruhi oleh kualitas Lingkungan Hidup. Maka, tanggungjawab
menjaga kelestarian Lingkungan Hidup merupakan amanah yang tidak bisa
ditinggalkan.
Konsekwensi
hukum (Islam) kepada manusia sebagai “khalifah” di Bumi ini didasarkan pada konsep
“pemanfaatan/pendayagunaan” potensi alam yang telah diciptakan Allah SWT yang
memang diperuntukkan bagi manusia. Selain konsep pendayagunaan alam, manusia
dituntut untuk belajar bagaimana caranya agar alam ini dapat terus dimanfaatkan
untuk keberlangsungan generasi selanjutnya.
Nahdlatul
Ulama adalah Jam’iyyah/Organisasi berlandaskan Islam, yang sudah tentu
berpegang pada Al-Qur’an dan Hadits nabi SAW. Jika urusan Lingkungan Hidup ini
tidak menjadi persoalan yang harus dipikirkan oleh NU, maka NU tidak berhasil
menjalankan fungsi Dakwah Diniyyah nya di tengah-tengah masyarakat. Karena
permasalahan rusaknya Lingkungan Hidup bukan saja masalah muamalah, namun
menjadi masalah teologi karena telah diamanahkan oleh Allah SWT dalam
Al-Qur’an.
Pada
Muktamar NU ke-29 yang diadakan pada tanggal 1-5 Desember tahun 1994 di
Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat, Nahdlatul Ulama dengan sangat serius turut
membahas persoalan Lingkungan Hidup.
Dalam hal Al-Masail
Al-Mudhu’iyyah, Nahdlatul Ulama telah
menentukan beberapa prinsip dan langkah-langkah penanganan permasalahan
Lingkungan Hidup. Prinsip dan Langkah-Langkah tersebut adalah :
Hukum Islam
telah menyatakan bahwa hukum mencemarkan lingkungan baik udara, air dan tanah
serta keseimbangan ekosistem jika membahayakan adalah haram dan termasuk
perbuatan kriminal (jinayat) dan kalau terdapat kerusakan maka wajib diganti
oleh pencemar.
Pembangunan
ekonomi Indonesia, khususnya pembangunan bidang industri, perlu dijamin
kelangsungannya. Namun demikian, pembangunan bidang industri harus dapat
menghindari pengaruh sampingan yang dapat merugikan umat manusia secara luas,
baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, atau paling tidak dapat menekan
pengaruh negatif seminim mungkin. Jika muncul kebutuhan untuk kepentingan
pembangunan yang menuntut dilakukannya eksploitasi alam, maka harus ada jaminan
bahwa hal itu benar-benar mengandung manfaat dan maslahah bagi kepentingan umat
manusia dan tidak mendatangkan mafsadah di kemudian hari.
Sebagai
bangsa yang ingin mengejar ketertinggalan dan merebut kemajuan, pembangunan
iptek merupakan kebutuhan yang harus terpenuhi. Tetapi pembangunan iptek yang
kita kehendaki adalah iptek yang bukan bebas nilai (value free) yang
seolah-olah berada sendirian di ruang hampa. Industrialisasi dapat dipandang
sebagai perwujudan dari konsesi taskhir (penguasaan) kekayaan alam seperti yang
dijanjikan Allah SWT dalam kitab suci, tetapi industrialisasi yang kita
inginkan adalah yang bertanggungjawab kepada Allah SWT yang memberi kekayaan
alam dan kepada kesejahteraan serta martabat umat manusia. Isyarat dari
industrialisasi seperti itu adalah dinamis tetapi efisien, produktif tapi tidak
ceroboh, kreatif tanpa keserakahan dan rasional tanpa kehilangan hati nurani.
Kegiatan
dakwah Islamiyah seharusnya juga diarahkan untuk mengembangkan kepedulian
masyarakat terhadap masalah Lingkungan Hidup. Perlu dilakukan penyadaran secara
terus menerus bahwa tanggungjawab penyelamatan Lingkungan Hidup merupakan
bagian integral dari konsep kekhalifahan manusia di muka bumi secara utuh.
Dalam konteks ini para ulama dan tokoh masyarakat seyogyanya menempatkan diri sebagai
teladan dan panutan dalam pembangunan Lingkungan Hidup. Materi dakwah yang
mengetengahkan pesan-pesan agama, seperti pengertian dosa, maksiat, haram dan
sejenisnya, juga harus ditujukan kepada para perusak lingkungan. Demikian juga
pengertian tentang pahala, amal jariyah, wajib dan sejenisnya, harus
disampaikan bagi orang yang berikhtiar dan melakukan kegiatan pelestarian
Lingkungan Hidup.
Pola hidup
yang boros (dalam arti yang luas) dan rakus sehingga orang harus mengurus
kekayaan alam secara berlebih-lebihan dan tidak bertanggungjawab dengan dalih
untuk pembangunan atau kepentingan ekonomi merupakan kenyataan hidup yang harus
ditolak, baik karena aalasan agama maupun pertimbangan sosial. Sebaliknya perlu
ditumbuhkan kesadaran untuk mengembangkan pola hidup yang hemat dan sederhana
serta berorientasi pada masa depan dan menjamin keselamatan hidup umat manusia
dan alam.
Perlu
dilakukan upaya sinkronisasi kegiatan pembangunan dengan upaya pengembangan
Lingkungan Hidup. Selain itu juga perlu ada pendekatan sosial budaya kepada
masyarakat melalui pendidikan, penerangan dan bimbingan yang menjelaskan
tentang Lingkungan Hidup, manfaat Lingkungan Hidup serta mafsadat-nya jika
Lingkungan Hidup tidak dilestarikan.
Untuk
membentuk kesadaran dan sikap hidup masyarakat yang bertanggungjawab terhadap
Lingkungan Hidup diperlukan pendekatan secara secara yuridis dengan menciptakan
peraturan perundang- undangan dan penegakan peraturan tersebut secara tegas dan
konsisten.
Kelengkapan
kerja dalam NU pun dipersiapkan sejak awal dengan serius. Terbukti dengan adanya
Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LPP NU) dan Lembaga
Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI NU).
LPP NU yang
notabene mengusung bidang pertanian secara luas sebagai ruang lingkup tugasnya,
merupakan bentuk ikhtiar Nahdlatul Ulama dalam melestarikan Lingkungan Hidup.
Karena dari pertanian inilah akan merambah kepada beberapa manfaat pemeliharaan
alam serta sekaligus memberi kepastian hidup bagi umat manusia.
Hadhratussyaikh
Hasyim Asy’Ari pun kerap menulis himbauan dan petunjuk-petunjuk kepada Warga NU
tentang pentingnya pertanian. Salah satu kutipan beliau yang dimuat dalam Surat
Kabar Soeara Mosslimin Indonesia tahun 1944 adalah :
“Pendek
kata, bapak tani adalah goedang kekajaan, dan dari padanja itoelah Negeri
mengeloearkan belandja bagi sekalian keperloean. Pa’ Tani itoelah penolong
Negeri apabila keperloean menghendakinja dan diwaktoe orang pentjari-tjari
pertolongan. Pa’ Tani itoe ialah pembantoe Negeri jang boleh dipertjaja oentoek
mengerdjakan sekalian keperloean Negeri, jaitoe di waktunja orang berbalik
poenggoeng (ta’ soedi menolong) pada negeri; dan Pa’ Tani itoe djoega mendjadi
sendi tempat negeri didasarkan.”
(KH Hasjim
Asj’ari, Soeara Moeslimin Indonesia, No. 2 Tahun ke-2, 19 Muharom
1363/15 Januari 1944)
Dalam hal
ikhtiar lainnya menyangkut Lingkungan Hidup, NU turut andil dalam
penanggulangan bencana terkait perubahan iklim yang saat ini mulai kita rasakan
efeknya, dan akan terus menyebar menjadi rumit pada masa yang akan datang jika
tidak kita tangkal dari sekarang.
Bumi ini
adalah amanah, yang harus tetap dijaga kelestariannya agar dapat selalu
memberikan manfaat bagi umat manusia. Kami bertani sebagai upaya ekonomi,
ekologi, politis dan teologis menjalankan amanah Diniyah (Agama) serta
menjalankan tugas dan meneruskan program Jam’iyyah Nahdlatul Ulama menjaga
stabilitas Lingkungan Hidup dimana kita sekalian berada dan melakukan aktivitas
hidup sehari-hari.
Kami
teruskan kembali sebagai pengingat, seperti yang disampaikan Hadhratussyaikh
Hasyim Asy’Ari bahwa :
“Dunia akan
tertib jika enam hal terpenuhi ; Pertama, agama yang ditaati. Kedua, pemerintah
yang berpengaruh. Ketiga, keadilan yang merata. Keempat, ketenteraman
yang meluas. Kelima, kesuburan tanah yang kekal. Keenam, cita-cita
yang luhur. Kesuburan tanah yang kekal harus disyukuri melalui pengelolaan
lahan untuk pertanian.