ZIARAH KI AGENG PANDAN ARANG
Ki AGENG PANDAN ARANG (PANDANARAN I)
Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang terletak di Pulau Jawa. Provinsi Jawa Tengah berpusat di Kota Semarang sebagai Ibukota Provinsi sekaligus Pusat Pemerintahan.
Saat ini, Semarang dibagi menjadi dua administratif yakni Kota Semarang yang dikepalai Walikota dan Kabupaten Semarang yang dikepalai Bupati. Dahulu nama Semarang adalah gabungan dari dua daerah tersebut. Nama Semarang, menurut berbagai sumber berawal dari kata Asem dan Arang. Hal ini merujuk pada kondisi daerah ini pada saat itu yang banyak ditumbuhi pohon Asem yang tumbuhnya Arang-Arang (jarang-jarang/berjarak-jarak).
Nama Semarang (sem “asem” arang “jarang”), awalnya dikenal dengan nama Pulau Tirang. Pusat Pulau Tirang adalah wilayah pesisir pantai Pragota (sekarang Bergota). Dahulu, Pulau Tirang adalah daerah yang belum berpenghuni, hanya ditumbuhi banyak tanaman pohon besar yang diantara tumbuhan-tumbuhan tersebut ditumbuhi Pohon Asem/Asam.
Pembangunan wilayah Pulau Tirang yang akhirnya menjadi semarang, tidak lepas dari peran Kesultanan Bintoro Demak. Tak lepas pula dari seorang Pangeran bernama Pangeran Pandanaran yang merupakan Cucu dari Pangeran Panembahan Sabrang Lor (Sultan Kedua Kesultanan Demak).
Pangeran Pandanaran kemudian diutus ke wilayah Pulau Tirang untuk memimpin daerah itu. Pangeran Pandanaran kemudian lebih dikenal masyarakat dengan nama Ki Ageng Pandanaran atau Kyai Ageng Pandanaran dan Pandaran I. Beliaulah yang mengganti nama Pulau Tirang menjadi Semarang. Beliau memilih tempat bermukim di wilayah Randusari atau yang disebut Sunan Kalijaga dengan nama Pragota yang kemudian berganti penyebutannya menjadi Bergota hingga sekarang.
Selain sebagai Pendiri sekaligus Bupati pertama Semarang, Ki Ageng Pandanaran atau Pandanaran I dikenal sebagai seorang penyebar Agama Islam di wilayah Semarang dan sekitarnya. Beliau sezaman dengan generasi Walisanga namun tidak termasuk dalam Dewan Wali. Beliau menyebarkan Islam di wilayah Semarang atas amanah Kesultanan Demak.
Sejarah berdirinya Semarang dinisbatkan kepada kehadiran Ki Ageng Pandanaran ke Pulau Tirang (mugas), meskipun akhirnya penetapan tahun berdirinya Semarang diambil dari tahun pengangkatan Sunan Pandanaran II (Sunan Bayat) pada tahun 1547 sebagai Bupati Semarang menggantikan Ayahnya yakni Ki Ageng Pandanaran I yang wafat. Menurut Juru Kunci Makam Pandanaran I, kehadiran Ki Ageng Pandanaran I hingga wafatnya dan diangkatnya putra beliau Pandanaran II berjarak sekitar 72 tahun. Ini berarti, kehadiran Ki Ageng Pandanaran I ke Pulau Tirang terjadi sekitar tahun 1475. Hal tersebut juga berarti bahwa Ki Ageng Pandanaran memasuki Pulau Tirang pada masa awal berdirinya Kerajaan Bintoro atau Kesultanan Demak Bintoro yang dipimpin Raden Fatah.
Sejarah telah mencatat bahwa beliau Ki Ageng Pandanaran lah yang mendirikan Semarang, yang kemudian diteruskan oleh putranya Sunan Pandanaran II yang kemudian dikenal sebagai Sunan Tembayat/Sunan Bayat.
Makam Ki Ageng Pandanaran berada di daerah yang beliau singgahi pertama kali dan menjadi tempat bermukim beliau hingga akhir hayat. Daerah Pulau Tirang atau Tirang Ngampar yang saat ini bernama Mugas atau Mugasari inilah beliau bermukim dan menjalankan pemerintahan Kabupaten Semarang hingga wafat dan dimakamkan.
Jika kita merencanakan perjalanan “nyekar” ke sini atau ke Makam Bergota, maka perjalan tersebut merupakan perjalan sepaket. Artinya, jika kita nyekar ke Makam Bergota dulu maka hanya perlu menyeberang jalan untuk sampai ke Komplek makam Ki Ageng Pandanaran. Letak makam beliau berada di tengah Kota semarang saat ini. Bisa diakses melalui Simpang Lima atau Kantor Gubernur Jawa Tengah. Dari arah jalan Pandanaran hingga ke Pemakaman Bergota atau melalui GOR Tri Lomba Juang.
Baca juga : Ziarah Habib Nuh Alhabsyi Singapore
Untuk menuju Makam yang berada di atas perbukitan, peziarah harus melalui 40 anak tangga yang cukup lega. Tidak terlalu melelahkan untuk menapaki anak tangga sebanyak itu. Selain anak tangga yang cukup lebar dan kemiringan yang landai, di sekitar juga banyak ditumbuhi pepohonan rindang. Penulis yang saat nyekar menggendong anakpun tidak merasa lelah menaiki anak tangga hingga ke Komplek Makam.
Terdapat dua buah gapura berwarna hijau yang akan menyambut para peziarah. Setiap gapura bertuliskan aksara jawa yang mengandung makna filosofis. Pada Gapura pertama terdapat tulisan aksara jawa yang dapat dibaca “Manunggaling Karsa Memuji Marang Gusti”, bermakna bahwa “Jika segala yang diharapkan dapat menyatu dengan Allah SWT, maka akan menemui keberhasilan”. Sedangkan pada gapura kedua yang juga berwarna hijau bertuliskan “Makam Sunan Pandanaran Semarang” yang menandakan bahwa yang berada di Makam ini adalah Sunan Pandanaran pendiri Semarang.
Sampai di Komplek Makam, penulis istirahat sejenak di sebuah ruang yang dahulu difungsikan oleh Ki Ageng Pandanaran sebagai ruang menerima tamu atau rapat. Di ruangan tersebut masih tersimpan mihrab Ki Ageng Pandaranan yang beliau gunakan sebagai tempat berdzikir dan bermunajat kepada Allah SWT.
Di area Kompleks makam ini terdapat Masjid Ki Ageng Pandanaran yang merupakan Masjid peninggalan beliau dan sebuah pendopo tempat berkumpul. Makam ini ramai setiap hari, terlebih pada saat hari jadi Semarang. Pada Hari Jadi Semarang, biasanya akan dilakukan Ziarah Tahunan ke makam-makam Alim Ulama serta tokoh-tokoh pendiri Semarang termasuk ke Makam Ki Ageng Pandanaran ini.
Tak jauh dari Kompleks Pemakaman Ki Ageng Pandanaran ini, terdapat Pemakaman Bergota yang terkenal. Di pemakaman Bergota tersebut, dimakamkan seorang Ulama besar tanah Jawa asal Jepara yakni Kyai Sholeh Darat yang menjadi guru dari beberapa Ulama dan tokoh besar seperti KH. Hasyim Asy’ari pendiri Nahdlatul Ulama, KH. Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah dan RA. Kartini.
“Wediya Marang Gusti” Tulisan dengan aksara jawa itulah yang akan menyambut kita di pintu menuju Pusara Agung Ki Ageng Pandanaran.
Semoga beliau Ki Ageng Pandanaran atau Sunan Pandanaran I selalu dikenang dalam sejarah dan ditempatkan di tempat mulia di sisi Allah SWT.