WALI TANAH JAWA (Bagian-1)

 



Penyebaran Risalah Islam yang disampaikan Rasulullah SAW kepada umat manusia telah menyebar luas hingga sebagian besar belahan dunia. Salah satunya adalah Indonesia, khususnya di Tanah Jawa.

 

Pada kesempatan ini, akan secara ringkas disampaikan runtutan sejarah tersebarnya Islam ke Nusantara yang dibawa oleh para tokoh Agama Islam yang di Tanah Jawa dikenal dengan sebutan Sunan atau Wali yang lebih dikenal dengan sebutan Wali Songo beserta generasi Wali Songo setelahnya.

 

Bagian Pertama ini, akan diawali dari Champa yang saat ini dikenal dengan nama Vietnam.

Pada sekitar tahun 1300 an, dimana saat itu yang menjadi penguasa Kerajaan Champa adalah Raja Kunthoro. Raja tersebut bukanlah Raja Muslim namun akhirnya nanti akan menurunkan beberapa keturunan yang berpengaruh pada perkembangan penyebaran Islam di Nusantara.

Raja Kunthoro memiliki tiga orang anak, yakni : Darawati Murdaningrum, Dewi Condrowulan dan Raden Jongkara (jengkara).

Masuknya pengaruh Islam di Kerajaan Champa, dimulai saat datangnya seorang mubaligh bernama Sayyid Ibrahim as-Samarkand atau dikenal sebagai Maulana Ibrahim Asmarakandi (jawa : asmoroqondi). Tujuan kedatangan beliau ke Champa adalah dakwah untuk mengajak masyarakat Champa mengenal Islam.

Dengan kepiawaian beliau berdakwah dan atas izin Allah SWT, niat beliau berjalan lancar bahkan sang Raja pun ikut memeluk Islam serta mengizinkan beliau menyebarkan Islam di Tanah Champa.

Bahkan beliau Sayyid Ibrahim Asmarakandi dinikahkan dengan putri kedua Raja Kunthoro yakni Dewi Condrowulan.

Sebagai pembuka babak kisah selanjutnya, perlu disampaikan bahwa putri Raja Kunthoro yang bernama Darawati Murdaningrum menikah dengan Kertawijaya (Raden Wijaya) Raja Majapahit. Sehingga status Sayyid Ibrahim dan Raden Wijaya akhirnya menjadi kerabat keluarga Majapahit. Dari hubungan inilah yang nantinya akan memudahkan penyebaran Islam di Tanah Jawa.

 

Dari Putri Raja Champa ini, Sayyid Ibrahim memiliki tiga orang anak. Anak pertama bernama Raja Pandhito, anak kedua bernama Raden Rahmat dan yang ketiga bernama Siti Zaenab.

Berbeda dengan Raden Wijaya yang memiliki banyak anak dari beberapa istri. Namun disini akan disampaikan beberapa anak Raden Wijaya yang nantinya akan sering diceritakan pada bagian-bagian selanjutnya. Diantara anak Raden Wijaya yang akan diceritakan adalah Raden Arya Damar yang merupakan Adipati di Daerah Palembang dan merupakan Ayah Tiri Raden Fattah (raden patah) yang akan diceritakan pada bagian selanjutnya.

Dari Puteri Darawati Murdaningrum, Raden Wijaya memiliki tiga anak, yakni Puteri Hadi yang selanjutnya menjadi istri Adipati Dayaningrat yang berkuasa di Pengging (Boyolali), kemudian anak kedua bernama Lembu Peteng yang berkuasa di Sumenep Madura dan anak ketiga bernama Raden Gugur atau dikenal sebagai Sunan Lawu.

Raden Wijaya juga memiliki istri dari Ponorogo dan memiliki dua anak, yakni Bathara Kathong pendiri Kabupaten Ponorogo. Serta Adipati Luwanu/Lowanu Purworejo.

Sedangkan dari Istri Bagelen, Raden Wijaya memiliki putra bernama Jaran Panoleh yang nantinya berkuasa di Sampang, Madura.

Putera terakhir dari Putri Champa adalah Raden Fattah yang nantinya akan mendirikan Kerajaan Islam pertama di Bintoro Demak.


*disarikan dari Kitab Tarikh al-Auliya karya KH. Bisri Musthofa