KITAB ZIYADATUT TA'LIQAT
Baca Juga : KITAB 'UQUDUL LUJAIN FI HUQUQU ZAUJAIN
ISLAM DI NUSANTARA
ISLAM DI NUSANTARA
PERJALANAN PANJANG REVOLUSI KULTURAL
Nusantara adalah sebuah nama yang digunakan
untuk menyebutkan bentangan pulau-pulau yang membentang dari Sumatera hingga
Papua, yang sebagian besar kumpulan pulau-pulau dalam bentangan itu menjadi wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia saat ini.
Istilah Nusantara setidaknya telah digunakan
sejak masa Kerajaan Majapahit sebagaimana sering disebutkan dalam beberapa
catatan kuno yang ditulis antara Abad 12 hingga Abad 16 untuk menggambarkan
ketatanegaraan Majapahit.
Nama Nusantara hampir saja terlupakan dan
hilang dalam budaya penyebutan wilayah-wilayah yang saat ini berada dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hingga akhirnya, mulai disebut-sebut
kembali saat kepopuleran nama Hindia Belanda berangsur surut sejalan dengan
Kemerdekaan Indonesia. Digunakannya kembali kata Nusantara pasca Kemerdekaan
Indonesia bertujuan untuk menggantikan nama Hindia Belanda yang telah hilang
kekuasaannya di Indonesia. Meskipun Negara ini menggunakan nama Indonesia,
namun untuk menyebutkan rangkaian pulau-pulau yang ada di dalamnya, istilah
Nusantara tetap digunakan.
AGAMA DAN KEPERCAYAAN DI NUSANTARA
Sejak lama, Nusantara dikenal sebagai wilayah
yang menganut sistem kenegaraan berbentuk Kerajaan. Paling tidak, dapat kita
lihat nama-nama seperti Sriwijaya, Singhasari dan kemudian Majapahit yang
sangat dikenal dunia. Wilayah kerajaan-kerajaan tersebut berada dalam rentang
wilayah Kepulauan Nusantara.
Dalam sistem kenegaraan Kerajaan itu,
Raja-Raja yang berkuasa pada awalnya memegang kepercayaan pada Dewa-Dewa Hindu.
Keyakinan para Raja-Raja tersebut secara langsung mempengaruhi apa yang harus
dianut masyarakat yang ada di dalam kekuasaannya. Selain kepercayaan pada Agama
Hindu yang dianut para penguasa Nusantara saat itu, hadir pula pengaruh Agama
Buddha yang masuk melalui hubungan antar Kerajaan dan hubungan kekeluargaan
yang terjadi antar keluarga Kerajaan.
Penyebaran kepercayaan Agama Hindu dan Buddha
di Nusantara kala itu dapat dengan cepat tersebar karena pengaruh sang Raja
atau Penguasa wilayah. Sistem Kasta dalam Kerajaan dan juga dalam Agama Hindu
merupakan faktor utama pesatnya penyebaran keyakinan tersebut. Kepercayaan
Agama Hindu dalam bermasyarakat dibagi menjadi empat golongan utama. Brahmana,
Ksatria, Waisya dan Sudra merupakan pengelompokan masyarakat dalam Agama Hindu
yang juga dianut dalam sistem Kerajaan Hindu di Nusantara. Sistem ini digunakan
sebagai alat penyebaran keyakinan Agama yang efektif. Selain juga sebagai
pembeda dalam beberapa hal yang berlangsung dalam keseharian masyarakat.
Seperti perkawinan, pendidikan dan pekerjaan.
Kasta Brahmana merupakan golongan yang berisi
para pemuka Agama, Pendeta dan Guru Spiritual. Kasta inilah yang dipercaya
menyebarkan keyakinan Agama kepada masyarakat dan menjadi golongan yang paling
dipercaya dalam hal Keyakinan atau Agama.
Kasta Ksatria merupakan golongan para Raja,
Bangsawan dan Prajurit. Golongan ini menjadi yang dipercaya dalam hal mengurusi
urusan ketatanegaraan dan urusan kemasyarakatan lainnya. Mereka hanya dipercaya
untuk urusan duniawi, maka jika mereka berbicara urusan Keyakinan atau Agama
maka tidak pada porsinya dan tidak akan dipercaya karena itu adalah tugas Kasta
Brahmana.
Kasta Waisya adalah kasta menengah yang
berisi para Pedagang, Buruh dan Pengrajin. Golongan menengah ini hanya
berurusan dalam hal yang bersifat menyediakan kebutuhan dan bukan pengambil
keputusan ataupun penyebar sebuah paham keyakinan yang dipercaya.
Kasta Sudra adalah kasta terendah. Berisi
para Petani, Buruh, Kuli dan Pekerja Kasar lainnya. Golongan ini adalah pekerja
yang hanya melakukan perintah dari kasta Brahmana dan Ksatria.
ISLAM DI NUSANTARA
Penyebaran Islam di Nusantara setidaknya
sudah dimulai sejak Abad ke-7 hingga Abad 8 melalui para Pedagang-Pedagang dari
semenanjung Arab. Misi perdagangan yang bergandengan misi penyebaran Agama oleh
para pedagang, tentu saja tidak mungkin berhasil. Karena di Nusantara telah
mengakar sistem Kasta seperti yang disebutkan di atas.
Pedagang adalah Kasta Waisya, yang tidak
mungkin dipercaya jika kemudian mereka menyampaikan soal Keyakinan atau Agama.
Masyarakat Nusantara yang telah lama menganut Hindu dan berada dalam sistem
Kasta sangat mengedepankan sistem golongan yang berlaku dalam masyarakat.
Melihat kondisi tersebut, maka penyebaran
Islam di Nusantara sekitar Abad 7 hingga 8 tidak terlalu mendapatkan respon
yang gemilang. Perlu strategi yang lebih persuasif terhadap sistem kasta yang
berlaku di Nusantara.
Barulah kemudian setelah 7 Abad berlalu
sekitar Abad 14, pola penyebaran Islam di Nusantara menampakkan keberhasilan
yang pesat. Berawal dari seorang tokoh bernama Sayyid Muhammad As-Samarkand
yang kemudian menurunkan Sayyid Ibrahim As-Samarkand atau lebih dikenal dengan
nama Maulana Ibrahim Asmoroqondi, Islam dapat melenggang dengan pesat di
Nusantara.
Beliau Maulana Ibrahim Asmoroqondi yang
kemudian berkerabat dengan Raden Wijaya Raja Majapahit melalui pernikahan
saudarinya, kemudian berhasil masuk ke Nusantara dengan otomatis ber-Kasta
Brahmana. Kesempatan ini dimanfaatkan dengan serius oleh beliau Maulana
Ibrahim. Terlebih, setelah putra putri beliau kemudian menjalin hubungan
pernikahan dengan keluarga-keluarga dalam lingkungan bangsawan Majapahit.
Islam berada di kalangan Kasta Brahmana saat
itu. Era tersebut dikenal dengan Era Walisongo (wali sembilan) yang merupakan
sekumpulan mubaligh yang sengaja dilembagakan secara turun temurun dan selalu
berjumlah sembilan.
Pada fase awal Wali Songo, kita melihat
kehadiran Sunan Ampel (Raden Rahmat) yang merupakan putra Maulana Ibrahim dari
seorang Putri Kerajaan Champa. Sunan Ampel yang otomatis ber-Kasta Brahmana ini
merupakan ahli dalam bidang pendidikan. Beliau masuk ke Nusantara dengan
memanfaatkan Kasta Brahmana nya dan kemudian mengadopsi kebiasaan masyarakat
Hindu di Nusantara kala itu yang berkegiatan secara berkelompok dalam
padepokan-padepokan atau sanggar-sanggar. Pola inilah yang mengawali adanya
sistem pendidikan pesantren atau perguruan yang masih berlangsung hingga saat
ini.
Di wilayah pesisir bagian barat Nusantara, hadir
Sunan Gunung Jati. Beliau adalah keturunan Raja Siliwangi yang berarti
ber-Kasta Brahmana. Sunan Gunung Jati adalah ulama yang juga ahli strategi
perang. Beliau memanfaatkan Kasta Brahmana nya untuk menyebarkan Islam dengan
mengkolaborasikan ilmu Agama dan keahlian yang dimiliki.
Selanjutnya dapat kita lihat betapa pesatnya
penyebaran Islam di Nusantara di tangan para ulama yang lahir dari Kasta
Brahmana di Nusantara. Akulturasi Budaya otomatis menjadi jalan panjang
penyebaran Islam di fase awal Wali Songo. Terkadang dan memang pasti, bahwa
ketidak cocokan Budaya dan Syariat Islam harus dengan bijak dihadapi.
Penyebaran Islam di Nusantara tidak bisa dilakukan semata-mata dengan
menerapkan Syariat Islam secara penuh. Perlu tahapan berjenjang dengan tetap
memperhatikan nilai-nilai Budaya masyarakat terdahulu agar masyarakat merasa
nyaman dengan kehadiran Islam meskipun yang menyampaikannya adalah seorang
Brahmana.
Merubah Budaya yang terbalut keyakinan Agama
terdahulu inilah yang kemudian menjadikan Islam membuktikan nilainya sebagai
Agama yang ternyata bisa fleksibel berada di mana saja tanpa harus melepas
kultur asli masyarakat di mana Islam akan di-syiarkan. Hingga sekarangpun,
masih dapat kita saksikan bagaimana Islam berada dalam kultur masyarakat Nusantara
yang telah ber-Abad lamanya berada dalam pengaruh Hindu dan Buddha sebagai
keyakinan awal masyarakat Nusantara.
Budaya berkegiatan secara berkelompok dalam
padepokan-padepokan yang kemudian dirubah menjadi tempat kegiatan belajar ilmu
Agama Islam yang saat ini kita kenal dengan Pesantren, merupakan hasil Revolusi
Kultur para Wali Songo. Begitu juga dengan Revolusi Kultur dalam bentuk rumah
ibadah yang mana Masjid sebagai tempat ibadah umat Islam di Nusantara tetap
mengikuti model-model bangunan asli masyarakat setempat dan tidak harus
berbentuk bangunan Masjid seperti di Arab. Revolusi Kultur dalam hal
perayaan-perayaan hari besar pun dilakukan. Dalam peringatan hari-hari besar
Islam, model-model perayaan yang menjadi Budaya Nusantara dimasukkan nilai-nilai
Islam sehingga masyarakat Nusantara tidak merasa kehilangan identitasnya.
Begitulah kiranya Islam dapat tersebar luas
di Nusantara melalui proses Revolusi Kultur melalui ulama-ulama pembawa risalah
Islam yang merupakan keturunan para bangsawan ber-Kasta Brahmana. Saat ini,
semestinya dapat kita jaga hasil perjuangan para ulama tersebut, untuk tetap
menjadikan Nusantara ini ber-Islam dengan damai tanpa harus mencabut akar
Budaya masyarakatnya yang telah lebih dulu dan lebih lama berlaku di Nusantara.
Islam kita tetaplah Islam yang dibawa oleh
Rasulullah Muhammad SAW, namun identitas kita tetaplah sebagai Masyarakat
Nusantara. Dengan tetap ber-Islam dalam Identitas Nusantara, maka kita telah
membuktikan bahwa Islam memang benar merupakan Agama yang “Rahmatan lil
‘Alamin”. Nusantara Identitas Kita, Islam Agama Kita. Kita adalah Islam
Nusantara.
SANTRI-PESANTREN INDONESIA ; Siaga Jiwa Raga Menuju Indonesia Emas 2045
BUKU : SANTRI-PESANTREN INDONESIA ; Siaga Jiwa Raga Menuju Indonesia Emas 2045
TENTANG BUKU
Impian Indonesia 2015-2085 yang dijabarkan dalam Visi Indonesia Emas 2045 adalah sebuah “impian” besar yang bukan saja menjadi “mimpi” Presiden RI ke-7, namun menjadi “impian” seluruh rakyat Indonesia menuju Indonesia Berdaulat Adil dan Makmur.
Buku ini merupakan pengembangan pemikiran dari makalah saya berjudul “Optimalisasi Peran Pesantren Menuju Visi Indonesia Emas 2045”, yang disampaikan pada kegiatan al-Multaqo ad-Dawliy lil Bahts ‘an-Afkar ath-Thullab wa-Dirasat Pisantrin (MU’TAMAD) 2021 di Serpong, Tangerang.
Menjadi penting bagi saya untuk mengembangkan makalah tersebut, dalam rangka merangkul seluruh elemen bangsa khususnya saudara-saudaraku sesama Santri Pesantren untuk bahu membahu mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045.
PENGANTAR PENULIS
Tanggungjawab seorang Santri adalah Khidmat pada Kyai/Guru. Seorang Kyai adalah Ulama yang menjadi Warotsatul ‘Anbiya dalam segala hal, baik dalam Ilmu maupun Akhlak-nya adalah yang dilakukan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Jika Nabi Muhammad SAW mencontohkan Dakwah bil Haal, maka Kyai akan mengajarkan hal yang sama pada Santri-Santrinya. Begitu pula halnya dengan mencintai tanah air sebagaimana Nabi SAW mencintai tanah airnya (Makkah) dan mencintai tempat beliau menetap (Madinah). Maka tidak ada satupun alasan yang dapat dijadikan sandara bagi Santri, untuk tidak mencintai tanah airnya apalagi tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang mendukung pembangunan tanah airnya.
Buku ini merupakan pengembangan pemikiran dari makalah saya berjudul “Optimalisasi Peran Pesantren Menuju Visi Indonesia Emas 2045”, yang disampaikan pada kegiatan al-Multaqo ad-Dawliy lil Bahts ‘an-Afkar ath-Thullab wa-Dirasat Pisantrin (MU’TAMAD) 2021 di Serpong, Tangerang.
Menjadi penting bagi saya untuk mengembangkan makalah tersebut, dalam rangka merangkul seluruh elemen bangsa Indonesia khususnya saudara-saudaraku sesama Santri Pesantren untuk bahu membahu mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045.
Impian Indonesia 2015-2085 yang dijabarkan dalam Visi Indonesia Emas 2045 adalah sebuah “impian” besar yang bukan saja menjadi “mimpi” Presiden RI ke-7, namun menjadi “impian” seluruh rakyat Indonesia menuju Indonesia Berdaulat Adil dan Makmur.
Terimakasih dan apresiasi setinggi-tingginya saya sampaikan kepada pihak-pihak yang telah turut memberi bantuan serta dukungan pada penyusunan fragmen-fragmen dalam buku ini. Kepada si-Mbah KH. Zaenurrohman, Presiden Republik Indonesia Ir. H. Joko Widodo, Wakil Gubernur Jawa Tengah H. Taj Yasin Maimoen, Ketua STAI Tanbihul Ghofilin Banjarnegara Abas Zahrotin, M.Hum., Pemimpin Redaksi Sanad Media Abdul Majid, Lc.
Terimakasih kepada rekan-rekan yang telah memberikan gagasan-gagasannya berupa abstraksi, yang menjadi penguat argumentasi. Terimakasih kepada Gus Abas Zahrotin (Banjarnegara), Ning Zulfa Amalia Wahidah (Jakarta), Gus Muhammad Ulin Nuha (Yogyakarta), Ustadz Sulhan (Sumenep) serta Ustadz H. Haryanto (Banyumas). Mari bersama membangun negeri ini dengan segenap kemampuan Santri-Pesantren yang kita miliki. Sejauh manapun kaki melangkah dan sepanjang apapun usia kita, kita adalah Santri-Pesantren Indonesia yang harus selalu Siaga Jiwa Raga menjaga dan membangun negeri ini. Indonesia Tanggungjawab Santri-Pesantren, karena negara ini terbangun dari kiprah panjang dan heroik para Ulama/Kyai panutan kita.
Semoga buku ini dapat menjadi sumbangan pijakan pemikiran bagi kita sekalian para Santri-Pesantren Indonesia beserta elemen bangsa Indonesia lainnya dalam menatap Indonesia Emas pada momentum 100 tahun Kemerdekaan Indonesia di tahun 2045 mendatang. Pesan serupa telah sering kita dengarkan dan ucapkan dengan sadar pada saat menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
“Bangunlah Jiwanya, Bangunlah Raganya ... Untuk Indonesia Raya (Kutipan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya)
CITADEL OF SALADIN
BENTENG SHOLAHUDIN AL-AYYUBI
Siapa yang menyangka bahwa seorang pemuda Kurdi, Iraq bertubuh kurus yang menjadi asisten pamannya yang seorang ksatria bertubuh tambun bermata satu itu kelak akan menjadi seorang panglima perang Muslim dan membangun Dinastinya sendiri.
Pemuda itu bernama Yusuf, atau lengkapnya adalah Yusuf Najmuddin
Al-Ayyubi. Lahir di Benteng Tikrit, Iraq tahun 1138 M saat Ayahnya Najmuddin
Ayyub menjadi Panglima Tentara Seljuk Turki di bawah kepemimpinan Imaduddin
Zanki. Begitu pula pamannya yang bernama Asadudin Syirkuh bin Syadzi atau lebih
dikenal dengan nama Syirkuh yang menjadi Panglima Tentara Zankiyah.
Masa remajanya dihabiskan bersama Ayah dan Pamannya dan terbiasa
membantu mempersiapkan strategi perang serta persenjataan bagi kedua panglima
tentara Zankiyah itu. Pengalaman melihat kebiasaan Ayahnya dan Pamannya itulah
yang membentuk Yusuf najmudin yang kelak dijuluki Shalahudin atau Saladin bagi
pasukan salib Kristen.
Beliau Yusuf Najmudin yang telah matang mendalami ilmu strategi
perang dan persentaan serta politik, akhirnya memutuskan meninggalakn Iraq
untuk menuntut ilmu Agama di Damasqus. Hingga pada tahun 1169 dia diangkat oleh
Sultan Nuruddin Mahmud sebagai wazir (penasehat) kerajaan di Damasqus. Hingga
wafatnya Sultan Nuruddin Mahmud pada tahun 1174, Shalahudin Al-Ayyubi diangkat
menjadi Sultan untuk wilayah Mesir yang dikuasai Sultan Seljuk dari Dinasti
Fathimiah. Meskipun telah diangkat menjadi Sultan Mesir yang menguasai seluruh
Mesir dari Sultan Seljuk, namun beliau Shalahuddin Al-Ayyubi tidak serta merta
mengusir keluarga Dinasti Fathimiah dari Mesir. Shalahuddin Al-Ayyubi inilah
yang mengembalikan ajaran Islam Sunni kembali hidup di Mesir yang sebelumnya dikuasai
pengaruh Syiah.
Saat pertama kali menerima amanah sebagai penguasa Mesir, yang
pertama dilakukan beliau adalah membuat pertahanan kota. Pertahanan kota ini
beliau bangun berupa tembok pembatas kota dan sebuah benteng di atas bukit
Maqattam. Tembok kota dibangun antara Majra Al-‘Uyun melewati Fustath hingga ke
Nil. Hingga sekarang masih bisa kita lihat sisa-sisa temboknya yang sebagian
telah dihancurkan guna akses jalan menuju kota dan sebagian dibangun permukiman
warga.
Pembangunan Benteng di atas bukit Maqattam, dimulai pada tahun
1176. Pembangunan berlangsung selama 40 tahun sampai dengan tahun 1216 meski
Shalahuddin Al-Ayyubi tidak pernah melihat selesainya pembangunan benteng ini.
Salah satu keistimewaan benteng ini adalah pada teknologi
pengairan benteng yang terbilang canggih untuk kondisi saat itu. Sumur
Shalahudin atau disebut Bi’r Yusuf merupakan saluran air yang dialirkan dari
bawah ke atas bukit Maqattam yang jaraknya kuranglebih 4 km menanjak. Hal
inilah yang menjadi salah satu kecanggihan benteng Shalahudin di masa itu.
Dapat mengalirkan air untuk kebutuhan orang-orang yang berada di atas benteng
dengan menaikkan air dari bawah bukit melalui saluran air biasa tanpa
menggunakan pompa.
Sepeninggal Sultan Shalahudin Al-Ayyubi, benteng ini dilanjutkan
pembangunan dan penggunaannya oleh Sultan Al-Malik Al-Kamil yang menggantikan
beliau sebagai penguasa Mesir. Makam Al-Malik Al-Kamil berada di sebelah Makam
Imam Syafi’i.
Al-Malik Al-Kamil membuat sebuah Istana megah di dalam kawasan
benteng ini. Selama kuranglebih 700 tahun, benteng ini menjadi kediaman
penguasa Mesir.
Di dalam benteng ini setidaknya terdapat empat Masjid yang
didirikan oleh tiap-tiap penguasa Mesir yang menempati benteng ini sebagai
kediaman sekaligus benteng pertahanan. Mulai dari Masjid Al-Nasir Muhammad yang
dibangun tahun 1318 oleh Dinasti mamluk, kemudian Masjid Sulaiman Pasha yang
dibangun tahun 1528 pada masa Sulaiman Pasha menguasai Mesir, lalu Masjid
Al-‘Azab yang dibangun dekat gerbang Al-‘Azab pada tahun 1696 oleh Amir Ahmad
Katkhuda dan terakhir adalah Masjid Muhammad Ali Pasha yang dibangun paling
besar dengan corak Ottoman Turki oleh Muhammad Ali Pasha tahun 1830.
Meskipun penyelasaian pembangunan benteng ini tidak dizamani oleh
Sultan Shalahudin Al-Ayyubi sendiri, namun tempat ini tetap menggunakan
namanya. Ini dikarenakan beliau Sultan Shalahudin Al-Ayyubi sangat dihargai dan
dikagumi oleh semua kalangan baik tentara, rakyat maupun penguasa setelahnya.
Sultan Shalahudin Al-Ayyubi sendiri tidak dimakamkan di dalam benteng ini.
Beliau wafat di Damasqus, Suriah pada tahun 1193 dan dimakamkan di Komplek
Masjid Umayyah di Kota Damasqus, Suriah.
KITAB RAHMATUL UMMAH FII IKHTILAF AL-'AIMMAH
Kitab fiqih yang merangkum pendapat dari keempat mazhab. Disusun berdasarkan bab fiqih standar. Tidak ada pencantuman dalil, diskusi maupun pandangan penulisnya. Ini hanya merangkum saja. Tidak lebih. Fungsinya hanya membantu kita mengetahui adakah perbedaan pendapat dalam satu kasus. Judul kitab ini menyifatkan pesan khusus bahwa perbedaan pendapat fiqih para imam mazhab itu adalah rahmat untuk umat.
KITAB RIYADHUS SHALIHIN
Di antara karya-karya beliau yang paling bermanfaat, terkenal dan tersebar di semua kalangan adalah kitab “Riyadhus Shalihin”. Hal itu terjadi setelah izin Allah, karena dua hal:
Pertama, isi kandungannya yang memuat bimbingan yang dapat menata dan menumbuhkan jiwa serta melahirkan satu kekuatan yang besar untuk berhias dengan ibadah yang menjadi tujuan diciptakannya jiwa tersebut dan mengantarnya kepada kebahagiaan dan kebaikan, karena kitab ini umum meliputi Targhib dan Tarhib serta kebutuhan seorang muslim dalam perkara agama, dunia dan akhiratnya. Kitab ini adalah kitab tarbiyah (pembinaan) yang baik yang menyentuh aneka ragam aspek kehidupan individual (pribadi) dan sosial kemasyarakatan dengan uslub (cara pemaparan) yang mudah lagi jelas yang dapat dipahami oleh orang khusus dan awam.
Dalam kitab ini penulis mengambil materinya dari kitab-kitab sunnah terpercaya seperti Shohih al-Bukhoriy, Muslim, Abu Daud, An Nasaa’i, At Tirmidziy, Ibnu Majah dan lain-lainnya. Beliau berjanji tidak memasukkan ke dalam bukunya ini kecuali hadits-hadits yang shohih dan beliau pun menunaikannya sehingga tidak didapatkan hadits yang lemah kecuali sedikit itu pun kemungkinan menurut pandangan dan ilmu beliau adalah shohih.
Kedua, tingginya kedudukan ilmiah yang dimiliki pengarang Riyadhush Shalihin ini diantara para ulama zamannya karena keluasan ilmu dan dalamnya pemahaman beliau terhadap sunnah Rasulullah.
Kitab Riyadhush Shalihin ini memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki kitab selainnya dari kitab-kitab Sunnah dan dia benar-benar bekal bagi penasihat, permata bagi yang menerima nasihat, pelita bagi orang yang mengambil petunjuk dan taman orang-orang sholih. Hal inilah yang menjadi sebab mendapatkan kedudukan yang tinggi di kalangan ulama sehingga mereka memberikan syarah, komentar dan mengajarkannya di halaqoh-halaqoh mereka.
WALI TANAH JAWA (Bagian-2)
SAYYID
IBRAHIM ASMOROQONDI
Sayyid Ibrahim adalah putera dari Maulana Muhammad Jumadil Kubro bin Sayyid Zainal Husain bin Sayyid Zainal Kubro bin Sayyid Zainal ‘Alim bin Sayyid Zainal Abidin bin Sayyid Husain bin Fathimah binti Rasulullah SAW.
Beliau Sayyid Ibrahim memiliki dua orang saudara kandung, yakni Maulana Ishaq dan Sunan Aspadi
Telah disampaikan pada bagian sebelumnya bahwa dari Sayyid Ibrahim Asmoroqondi inilah yang nantinya akan banyak menurunkan para Wali di Tanah Jawa dan berkerabat dengan Raden Wijaya Raja Majapahit yang juga menurunkan banyak keturunan Wali di Tanah Jawa.
Hubungan
kekerabatan Sayyid Ibrahim dan Raden Wijaya ini juga yang nantinya akan menjadi
jalan bagi masuknya Islam di Tanah Jawa melalui jalur Kerajaan Majapahit hingga
terbangunnya Kerajaan Islam Demak Bintoro dan Kerajaan-Kerajaan lainnya yang
dipimpin oleh Raja Muslim.
RADEN RAHMAT BIN SAYYID IBRAHIM ASMOROQONDI
Pada bagian sebelumnya telah disampaikan, bahwa pernikahan Sayyid Ibrahim dan Dewi Condrowulan Putri Raja Champa menurunkan anak kedua bernama Raden Rahmat.
Raden Rahmat yang kemudian dikenal sebagai Sunan Ampel (sunan ngampel) Putra Sayyid Ibrahim selanjutnya menikah dengan Dewi Condrowati Putri Aryateja yang berkuasa di Tuban. Dari pernikahan ini, Raden Rahmat dan Dewi Condrowati dikaruniakan lima orang anak. Yakni, Siti Syari’ah, Siti Mutmainnah, Siti Khafshoh, Raden Ibrahim dan Raden Qosim.
Selain menikah dengan Dewi Condrowati, Raden Rahmat juga menikahi Putri Ki Bangkuning (ki kembang kuning) bernama Dewi Karimah. Dari pernikahan dengan Dewi Karimah ini, Raden Rahmat dikaruniakan dua anak, yakni Dewi Murtasiyah dan Dewi Murtasimah.
MAULANA ISHAQ BIN MAULANA JUMADIL KUBRO
Maulana Ishaq bin Jumadil Kubro adalah saudara kandung Sayyid Ibrahim yang nantinya akan menurunkan keturunan-keturunan yang saling berhubungan dalam sejarah penyebaran Islam di Tanah Jawa.
Maulana Ishaq memiliki tiga orang anak yang nantinya akan menjadi tokoh-tokoh penyebar Islam di Tanah Jawa. Putera Maulana Ishaq tersebut adalah Sayyid Abdul Qodir yang kemudian lebih dikenal dengan julukan Sunan Gunung Jati Cirebon, kemudian Dewi Saroh dan Raden Paku yang kemudian dikenal dengan julukan Sunan Giri.
Jadi, dapat dilihat dari silsilah tersebut bahwa Sunan Gunung Jati dan Sunan Giri adalah saudara Sunan Ampel dari jalur persaudaraan kedua ayah mereka yakni Sayyid Ibrahim dan Maulana Ishaq.
Dari sini
dapat dilihat bahwa proses penyebaran Islam di Tanah Jawa sudah mulai menyebar
di berbagai titik di Tanah Jawa. Sunan Ampel di Surabaya, Sunan Gunung Jati di
Cirebon dan Sunan Giri di Gresik.
HAJI ‘UTSMAN (SUNAN MANYURAN/MANYORAN) MANDALIKA
Mandalika adalah sebuah daerah di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Dari sinilah Islam menyebar ke daerah Nusa Tenggara hingga Bali.
Adalah beliau bernama Haji ‘Utsman bin Raja Pendhito bin Sayyid Ibrahim Asmoroqondi. Raja Pendhito adalah Putra pertama Sayyid Ibrahim dari istri Dewi Condrowulan Putri Raja Champa yang telah dicantumkan pada bagian sebelumnya.
Haji ‘Utsman atau lebih dikenal dengan julukan Sunan Manyuran Mandalika menikah dengan Siti Syari’ah binti Raden Rahmat (Sunan Ampel) dan dikaruniakan seorang putera bernama Amir Hasan.
UTSMAN HAJI (SUNAN ‘UDUNG/NGUDUNG/ANDUNG)
Utsman Haji juga merupakan putera dari Raja Pendhito bin Sayyid Ibrahim Asmoroqondi yang berarti saudara Sunan Manyuran (Haji Utsman). Beliau lebih dekenal dengan julukan Sunan ‘Udung/Ngudung dan dikenal sebagai Imam Masjid Demak di masa pemerintahan Sultan Trenggono.
Sunan ‘Udung menikah dengan Dewi Sari puteri Tumenggung Wilatikta. Dari pernikahan ini Sunan ‘Udung dikaruniakan dua orang anak bernama Dewi Sujinah dan Amir Haji yang akan diceritakan pada bagian selanjutnya.
NYAI GEDE TONDO DAN KHOLIFAH HUSAIN (SUNAN KERTAYASA) MADURA
Nyai Gede Tondo adalah putri dari Raja Pendhito, yang berarti saudara dari Sunan Manyuran dan Sunan ‘Udung. Terlihat jelas bahwa anak keturunan Sayyid Ibrahim Asmoroqondi sangat dominan menurunkan keturunan-keturunan penyebar Islam di Tanah Jawa.
Nyai Gede Tondo bersuamikan seorang mubaligh asal Yaman bernama Kholifah Husain. Kholifah Husain adalah murid dari Sunan Ampel (Raden Rahmat).
Dari
pernikahan Nyai Gede Tondo dan Kholifah Husain ini, menurunkan seorang putera
bernama Kholifah Sughro.
SITI MUTHMAINNAH DAN SAYYID MUHSIN (SUNAN WILIS) CIREBON
Siti Muthmainnah adalah puteri Sunan Ampel, yang berarti saudara Siti Syari’ah istri Sunan Manyuran Mandalika.
Siti Muthmainnah menikah dengan seorang mubaligh asal Yaman yang juga murid Sunan Ampel (Raden Rahmat) bernama Sayyid Muhsin. Dari pernikahan ini, Siti Muthmainnah dan Sayyid Muhsin dikaruniakan seorang putera bernama Amir Hamzah.
SITI HAFSHOH DAN SAYYID AHMAD (SUNAN MALAKA)
Siti Hafshoh adalah puteri Sunan Ampel (Raden Rahmat), yang juga saudara Siti Syari’ah istri Sunan Manyuran dan Siti Muthmainnah istri Sunan Wilis.
Siti Hafshoh menikah dengan Sayyid Ahmad (Sunan Malaka) yang merupakan murid Sunan Ampel (Raden Rahmat). Sayyid Ahmad adalah mubaligh dari Yaman.
Dari
pernikahan ini, Siti Hafshoh dan Sayyid Ahmad (Sunan Malaka) tidak dikaruniakan
anak.
RADEN QOSIM (SUNAN DRAJAD) SEDAYU
Raden Qosim adalah putera Sunan Ampel (Raden Rahmat). Berarti saudara Siti Syari’ah, Siti Muthmainnah dan Siti Hahshoh dan berarti berkerabat keluarga dengan Sunan Manyuran Mandalika, Sunan Wilis Cirebon dan Sunan Malaka.
Sunan Drajad (Raden Qosim) menikah dengan Dewi Shofiyah puteri Sunan Cirebon. Dari pernikahan ini Raden Qosim dikaruniakan tiga anak, yakni Pangeran Terenggana, Pangeran Sandi dan Dewi Wuryan.
RADEN IBRAHIM (SUNAN BONANG) TUBAN
Raden Ibrahim adalah putera Sunan Ampel (Raden Rahmat) yang merupakan saudara Raden Qosim (Sunan Drajad).
Beliau Raden Ibrahim (Sunan Bonang) menikahi Dewi Hiroh puteri Raden Jakandar (Sunan Bangkalan). Dari pernikahan ini, Raden Ibrahim (Sunan Bonang) dikaruniakan seorang puteri bernama Dewi Ruhil.
*disarikan dari Kitab Tarikh al-Auliya karya KH. Bisri Musthofa
WALI TANAH JAWA (Bagian-1)
Penyebaran
Risalah Islam yang disampaikan Rasulullah SAW kepada umat manusia telah
menyebar luas hingga sebagian besar belahan dunia. Salah satunya adalah
Indonesia, khususnya di Tanah Jawa.
Pada
kesempatan ini, akan secara ringkas disampaikan runtutan sejarah tersebarnya
Islam ke Nusantara yang dibawa oleh para tokoh Agama Islam yang di Tanah Jawa
dikenal dengan sebutan Sunan atau Wali yang lebih dikenal dengan sebutan Wali
Songo beserta generasi Wali Songo setelahnya.
Bagian
Pertama ini, akan diawali dari Champa yang saat ini dikenal dengan nama
Vietnam.
Pada sekitar
tahun 1300 an, dimana saat itu yang menjadi penguasa Kerajaan Champa adalah
Raja Kunthoro. Raja tersebut bukanlah Raja Muslim namun akhirnya nanti akan
menurunkan beberapa keturunan yang berpengaruh pada perkembangan penyebaran
Islam di Nusantara.
Raja
Kunthoro memiliki tiga orang anak, yakni : Darawati Murdaningrum, Dewi
Condrowulan dan Raden Jongkara (jengkara).
Masuknya
pengaruh Islam di Kerajaan Champa, dimulai saat datangnya seorang mubaligh
bernama Sayyid Ibrahim as-Samarkand atau dikenal sebagai Maulana Ibrahim
Asmarakandi (jawa : asmoroqondi). Tujuan kedatangan beliau ke Champa adalah
dakwah untuk mengajak masyarakat Champa mengenal Islam.
Dengan
kepiawaian beliau berdakwah dan atas izin Allah SWT, niat beliau berjalan
lancar bahkan sang Raja pun ikut memeluk Islam serta mengizinkan beliau
menyebarkan Islam di Tanah Champa.
Bahkan
beliau Sayyid Ibrahim Asmarakandi dinikahkan dengan putri kedua Raja Kunthoro
yakni Dewi Condrowulan.
Sebagai
pembuka babak kisah selanjutnya, perlu disampaikan bahwa putri Raja Kunthoro
yang bernama Darawati Murdaningrum menikah dengan Kertawijaya (Raden Wijaya)
Raja Majapahit. Sehingga status Sayyid Ibrahim dan Raden Wijaya akhirnya
menjadi kerabat keluarga Majapahit. Dari hubungan inilah yang nantinya akan
memudahkan penyebaran Islam di Tanah Jawa.
Dari Putri
Raja Champa ini, Sayyid Ibrahim memiliki tiga orang anak. Anak pertama bernama
Raja Pandhito, anak kedua bernama Raden Rahmat dan yang ketiga bernama Siti
Zaenab.
Berbeda
dengan Raden Wijaya yang memiliki banyak anak dari beberapa istri. Namun disini
akan disampaikan beberapa anak Raden Wijaya yang nantinya akan sering
diceritakan pada bagian-bagian selanjutnya. Diantara anak Raden Wijaya yang
akan diceritakan adalah Raden Arya Damar yang merupakan Adipati di Daerah
Palembang dan merupakan Ayah Tiri Raden Fattah (raden patah) yang akan
diceritakan pada bagian selanjutnya.
Dari Puteri
Darawati Murdaningrum, Raden Wijaya memiliki tiga anak, yakni Puteri Hadi yang
selanjutnya menjadi istri Adipati Dayaningrat yang berkuasa di Pengging
(Boyolali), kemudian anak kedua bernama Lembu Peteng yang berkuasa di Sumenep
Madura dan anak ketiga bernama Raden Gugur atau dikenal sebagai Sunan Lawu.
Raden Wijaya
juga memiliki istri dari Ponorogo dan memiliki dua anak, yakni Bathara Kathong
pendiri Kabupaten Ponorogo. Serta Adipati Luwanu/Lowanu Purworejo.
Sedangkan
dari Istri Bagelen, Raden Wijaya memiliki putra bernama Jaran Panoleh yang nantinya
berkuasa di Sampang, Madura.
Putera
terakhir dari Putri Champa adalah Raden Fattah yang nantinya akan mendirikan
Kerajaan Islam pertama di Bintoro Demak.
*disarikan
dari Kitab Tarikh al-Auliya karya KH. Bisri Musthofa
MUKTAMAR NU DARI MASA KE MASA (1926-2021)
MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA
DARI MASA KE MASA
1.
Muktamar NU ke-1 (Surabaya, 1926)
§ KH. Hasyim
Asy'ari (Rais Akbar)[1]
§ H. Hasan
Gipo (Ketua Tanfidziyah)
Diselenggarakan pada tanggal 21 Oktober 1926
Agenda :
1.
Hukum Bermazhab
2.
Pendapat Tokoh (Imam) yang Boleh Difatwakan
3.
Memberi Keputusan dengan Pendapat Kedua
4.
Shalat Sunat Sebelum Shalat Jum’at
5.
Zakat untuk Pembangunan Mesjid
6.
Gono-gini (Hasil Usaha Suami-istri)
7.
Pengertian“Rusydan”
8.
Orang Fasik Menjadi Wali Nikah
9.
Pemandu Khotbah Membaca Shalawat dengan Suara
Keras dan Panjang
10.
Menterjemahkan Khotbah Jum’at Selain Rukunnya
11.
Membaca Shalawat
atau Taradhdhi dengan Suara Keras
12.
Mengucapkan Insya Allah Ketika Khotib
Mengucapkan Ittaqullah
13.
Memperbaharui Nisan dalam Kuburan Umum
14.
Memagari Kuburan dengan Tembok dalam Tanah
Milik Sendiri
15.
Menghias Kuburan dengan Sutera
16.
Menggambar Binatang dengan Berbentuk Jisim
yang Sempurna
17.
Pemberian Kepada Anak dengan Tidak Sepengetahuan
Anak yang Lain
18.
Keluarga Mayit Menyediakan Makanan Kepada
Penta’ziyah
19.
Sedekah Kepada Mayit
20.
Istri Menjadi Pelayan di Rumah Suaminya
dengan Tidak Pakai Upah
21.
Alat-alat Orkes untuk Hiburan
22.
Alat-alat yang Dibunyikan dengan Tangan
23.
Permainan untuk Melatih Otak Seperti Catur
24.
Gerak Badan Seperti Angkat Besi
25.
Pengertian “Lahwi” dan “Laghwi”
26.
Tari-tarian dengan Lenggak-lenggok
27.
Mengkhitankan Anak Setelah Beberapa Hari dari
Hari Kelahirannya
2.
Muktamar NU ke-2 (Surabaya, 1927)
§ KH. Hasyim
Asy'ari (Rais Akbar)
§ H. Hasan
Gipo (Ketua Tanfidziyah)
Diselenggarakan tanggal 9 Oktober 1927
Agenda :
1.
Menerima Gadai dengan Mengambil Manfaatnya
2.
Jual Beli “Sende”
3.
Membeli Barang yang Belum Diketahui Sebelum
Akad
4.
Membeli Barang Seharga Rp. 0. 50,-, dengan
Menyerahkan Uang Seratus Rupiah
5.
Jual Beli Mercon untuk Berhariraya
6.
Memakai Dasi, Celana Panjang, Sepatu, Topi
7.
Memakai Pen dari Emas
8.
Memungut Derma Lalu Mengambil Sebagian untuk
Dirinya Sendiri
9.
Menghukum dengan Pekerjaan Berat atau dengan
Denda Uang
3.
Muktamar NU ke-3 (Surabaya, 1928)
§ KH. Hasyim
Asy'ari (Rais Akbar)
§ H. Hasan
Gipo (Ketua Tanfidziyah)
Diselenggarakan tanggal 28 september 1928
Agenda :
1.
Ta’liq Talaq Setelah Akad Nikah
2.
Khulu’ yang Diperintahkan Oleh Hakim
3.
Hakim Mengawinkan Anak Perempuan dengan Wali
Hakim Tanpa Ada Bukti
4.
Hakim Mengawinkannya dengan Dua Saksi
5.
Perempuan Dikawinkan oleh Wali Hakim, Sedang
Walinya Mengawinkannya dengan Lelaki Lain
6.
Lelaki Merujuk Istrinya Sebelum Selesai
Iddahnya Tanpa Memberitahu, Lalu Istri Sesudah Selesai Iddahnya Kawin dengan
Lelaki Lain
7.
Bayi Meninggal Sebelum Dipotong Ari-arinya
8.
Air Mandi Tidak Sampai Ke Pantat Mayit
9.
Harut dan Marut Termasuk Malaikat
10.
Nabi Isa Akan Turun Kembali Ke Dunia Sebagai
Nabi dan Rasul
11.
Mengarak Puncak Kubah (Mustaka)
12.
Membeli Dinar Emas dengan Harga Rupiah/Uang
Kertas
13.
Lelaki Beristri Mengaku Tidak Beristri,
Supaya Lamarannya Diterima
14.
Thariqah Tijaniyah Beserta Baiat Barzakhiyah
15.
Pembelian Secara Rembus/Inden
16.
Menjual Sebagian dari Zakat yang Sudah
Disahkan
17.
Shalat Jum’at Sebagai Pengganti Shalat Zhuhur
bagi Wanita
18.
Pemilik Bibit (Bukan Pemilik Tanah) yang
Diwajibkan Mengeluarkan Zakat
19.
Ayah Nabi Ibrahim a.s. Termasuk Ahli Neraka?
20.
Membangun Bangunan di Atas Tanah Kuburan yang
Diwakafkan Oleh Wali
21.
Pinjam Sepotong Kain, Lalu Dikembalikan
dengan Uang
4.
Muktamar NU ke-4 (Semarang, 1929)
§ KH. Hasyim
Asy'ari (Rais Akbar)
§ KH. Achmad
Nor (Ketua Tanfidziyah)
Diselenggarakan tanggal 19 September 1929
Agenda :
1.
Boleh Mengubur Mayit dalam Peti Dari Pada
Menguburnya di dalam Kuburan yang Mengeluarkan Air
2.
Maksud “Lupa” di dalam Hapalan al-Qur’an
3.
Mengeluarkan Zakat Penghasilan Tanah dengan
Uang
4.
Uang Logam Lebih dari Nishab, Wajibkah
Dikeluarkan Zakatnya
5.
Mengeluarkan Zakat Perdagangan Beserta
Penghasilan Tanahnya
6.
Padi Ketan Termasuk Hasil Bumi yang Wajib
Dizakati
7.
Uang Kertas Dipergunakan untuk Zakatnya Uang
Kertas
8.
Menyerahkan Kurbannya Kepada Orang Lain, Lalu
Oleh Orang Lain Itu Diwakilkan Kepada Orang Lain Lagi untuk Dipotong
9.
Mewakilkan Kepada Orang Fasik untuk
Menyembelih Kurban
10.
Penukaran Uang Ringgit Perak dengan Sepuluh
Uang Talenan (dari Perak)
11.
Penerima Gadai Mengambil Manfaat Setelah Akad
Gadai Selesai
12.
Mendirikan Jum’at Kurang dari 40 Orang
13.
Berpuasa Menurut Mazhab Selain Mazhab Syafi’i
14.
Uang Wakaf untuk Pembangunan Mesjid Digunakan
untuk Membiayai Pekerjaan Bangunan
15.
Memungut Derma untuk Mendirikan Mesjid yang
Akan Dibangun
16.
Memungut Uang dan Bayaran Sekolah
17.
Lelaki Memakai Suasa (Emas Campuran)
18.
Beramal dengan Maksud Riya Lalu Bertobat
19.
Disuruh Membeli Sesuatu, Lalu Dibelikan
Barang Lain
20.
Pakaian di Tangan Penjahit Sampai Lama Sebab
Pemiliknya Pergi
21.
Barang Ditarik Kembali Sebab Cicilannya Belum
Lunas
22.
Menambah Harga Barang dari Ketentuan
23.
Menggarap Sawah dengan Syarat Membersihkan
Padi dan Menjemurnya
24.
Menyewa Tanah yang di dalamnya Ada Pohon yang
Bertumbuh
25.
Menggarapkan Tanah Orang Islam Kepada Orang
Kafir
26.
Membeli Buah-buahan di atas Pohon dalam Waktu
yang Ditentukan
5.
Muktamar NU ke-5 (Pekalongan,
1930)
§ KH. Hasyim
Asy'ari (Rais Akbar)
§ KH. Achmad
Nor (Ketua Tanfidziyah)
Diselenggarakan tanggal 7 September 1930
Agenda :
1.
Uang Hasil Sewa Kursi untuk Pertunjukan yang
Tidak Dilarang oleh Agama
2.
Wali Mujbir Mengawinkan Anak Gadisnya yang
Sudah Dewasa dengan Pemuda yang Sekufu
3.
Maksud Hadis “Anak Zina Tidak Masuk Surga.”
4.
Sembelihan Orang yang Mengaku Muslim, Tetapi
Tidak Mengerti Ajaran Islam
5.
Macam-macam Kafir
6.
Membeli Emas dengan Uang Kertas
7.
Memakai Sandal yang Diketemukan di Mesjid
8.
Minuman yang Disangka Memabukkan Seperti Bir
Cap Kunci
9.
Mengqadha Shalat Wajib
10.
Membeli Rumah dengan Catatan Supaya Diselesaikan
Sesuai dengan Gambar
11.
Mengawinkan Janda yang Belum Dewasa Oleh Wali
Hakim
12.
Suami Pergi Sampai 4 Tahun.
13.
Anak yang Lahir Sesudah Ibunya Ditalaq
14.
Seorang Janda yang Hamil Sebelum Selesai
Iddahnya, Sedang Ia Tidak Kawin Lagi, Maka Kandungannya Diikutkan Suaminya
15.
Air yang Keluar Sebelum Melahirkan
16.
Perayaan untuk Memperingati Jin Penjaga
Desa/Sedekah Bumi
17.
Dalil Bersedekah pada Hari Tertentu, yang
Bersumber dari KitabMathali’ al-Daqaiq
18.
Melempar Kendi yang Penuh Air pada Upacara
Ketujuh dari Umur Kandungan (Tingkeban)
19.
Berdiri Ketika Memperingati Maulud Nabi
20.
Mengubah Bacaan (Selain al-Qur’an dan Hadis)
dari Ketentuannya
21.
Mengarak Tulisan Muhammad Setiap 12 Rabiul
Awwal
22.
Asma Muazhzhamah yang Hurufnya Terpisah-pisah
23.
Perselisihan Seorang Gadis dengan Wali
Mujbirnya dalam Menunjuk Pemuda yang Mengawininya
6.
Muktamar NU ke-6 (Cirebon, 1931)
§ KH. Hasyim
Asy'ari (Rais Akbar)
§ KH. Achmad
Nor (Ketua Tanfidziyah)
Diselenggarakan tanggal 27 Agustus 1931
Agenda :
1.
Shalat Hadiah Oleh Keluarga Mayit
2.
Mencabut Gigi Mayit yang Memakai Emas
3.
Cara Penyelenggaraan Mayit dari Salah Satu
Anak Kembar yang Melekat
4.
Menyuntik Mayit untuk Mengetahui Penyakit
yang Menjalar
5.
Sebab-sebab Mayit Dianggap Keturunan Nabi
Ibrahim
6.
Makan di Mesjid yang Lazimnya Membikin
Kotoran
7.
Berdoa untuk Memohon Sesuatu yang Tidak
Mungkin Tercapai
8.
Tidak Mengetahui Syarat Rukunnya
Wudhu, Memasuki Thariqah
9.
Menekuni Membaca al-Qur’an dan Lain-lain
Termasuk Thariqah Mu’tabarah
10.
Thariqah yang Mempunyai Sanad Muttashil
Kepada Nabi Saw. Itu Tidak Ada Perbedaannya Satu Sama Lain
11.
Masyaqah yang Membolehkan Mengadakan Shalat
Jum’at di Beberapa Tempat
7.
Muktamar NU ke-7 (Bandung, 1932)
§ KH. Hasyim
Asy'ari (Rais Akbar)
§ KH. Achmad
Nor (Ketua Tanfidziyah)
Diselenggarakan tanggal 9 Agustus 1932
Agenda :
1.
Menjual Barang dengan Dua Harga: Kontan dan
Kredit dengan Akad Sendiri-sendiri
2.
Memakai Pakaian Santiu bagi Lelaki
3.
Menjual Bayaran yang Belum Diterima
4.
Adzan Jum’at Dilaksanakan dengan Orang Banyak
5.
Menanam Ari-ari dengan Menyalakan Lilin
6.
Binatang Biawak (Seliro) Itu Bukan Binatang
Dhab
7.
Muwakkil Memberikan Uang Rp. 10,- Kepada
Wakil untuk Membeli Ikan. Sesudah Ikan Diterima, Wakil Disuruh Membeli
ikan itu dengan harga 11,- dalam Waktu Satu Hari
8.
Dalam Akad Nikah Tidak Ada Syarat
Mendahulukan Pihak Laki-laki atau Perempuan
9.
Menjual Kulit Binatang yang Tidak Halal
Dimakan
10.
Tidak Mengetahui Ilmu Musthalah Hadits
mengajar Hadis
11.
Lelaki Lain Melihat Wajah dan Telapak Tangan
Wanita
8.
Muktamar NU ke-8 (Jakarta, 1933)
§ KH. Hasyim
Asy'ari (Rais Akbar)
§ KH. Achmad
Nor (Ketua Tanfidziyah)
Diselenggarakan tanggal 7 Mei 1933
Agenda :
1.
Yang wajib Dipelajari Pertama Kali Oleh
Seorang Mukallaf
2.
Memberikan Zakat Kepada Salah Seorang Anggota
Koperasi
3.
Menyentuh Imam Oleh Orang yang Akan Bermakmum
4.
Wanita Mendatangi Kegiatan Keagamaan
5.
Mengubah Nama Seperti Kebiasaan Jamaah Haji
6.
Keluarnya Wanita dengan Wajah Terbuka dan
Kedua Tangannya dan Bahkan Kedua Kakinya
7.
Menyewakan Rumahnya Kepada Orang Majusi, Lalu
Si Majusi Menaruh dan Menyembah Berhala di Rumah Itu
8.
Zakat Ikan dalam Tambak
9.
Pengertian Aman dari Siksa Kubur
10.
Musafir Sebelum Sampai Tempat yang Dituju,
Menjalani Shalat Jama’ Qashar
11.
Kewajiban Zakat bagi Orang yang Memiliki Uang
Simpanan Sampai Senishab
12.
Merawat Jenazah yang Tidak Pernah Shalat dan
Puasa
13.
Mendirikan Mesjid di Luar Batas Desanya
14.
Mendirikan Jum’at di dalam Penjara
15.
Membaca Allah dalam Shalawat Masyisyiyah
9.
Muktamar NU ke-9 (Banyuwangi,
1934)
§ KH. Hasyim
Asy'ari (Rais Akbar)
§ KH. Achmad
Nor (Ketua Tanfidziyah)
Diselenggarakan tanggal 23 April 1934
Agenda :
1.
Meminum Minyak Al-Qur’an
2.
Menyewa Tambak untuk Mengambil Ikannya
3.
Menyewa Tambak Milik Pemerintah
4.
Masa Hancurnya Jasad Mayit
5.
Masih Ditemukan Tulang Mayat yang Lama,
Setelah Kubur Digali
6.
Shalat yang Menghadap Lurus ke Barat Benar
(Tidak Membelok ke Arah Kiblat)
7.
Mendirikan Mesjid di Wilayah Islam
8.
Mengangkut Mayit dengan Kendaraan yang
Ditarik Kuda atau Manusia
9.
Menelaah Kitab-kitab Karangan Orang Kafir
10.
Menyewa Perahu dengan Seperenam Pendapatan
11.
Mengamalkan Pendapat yang Bertentangan dengan
Pendapat Mazhab Empat
12.
Orang Islam yang Menjadi Kristen Sampai
Matinya
10.
Muktamar NU ke-10 (Surakarta,
1935)
§ KH. Hasyim
Asy'ari (Rais Akbar)
§ KH. Achmad
Nor (Ketua Tanfidziyah)
Diselenggarakan tanggal 14 April 1935
Agenda :
1.
Puasa Sunat dengan Niat Qadha Ramadhan
2.
Membayar Fidyah Sebab Meninggalkan Kewajiban
3.
Ucapan Seseorang Bahwa: Puasa Itu Hanya untuk
Orang yang Tidak Mempunyai Makanan
4.
Hukum Tonel dan Pelakunya
5.
Munculnya Perempuan untuk Pidato Keagamaan
6.
Mendengarkan Suara Radio dan Menyimpannya
7.
Lupa Kalau Sedang Junub, Langsung Shalat
8.
Si Junub yang Shalat Karena Lupa Itu, Menjadi
Imam
9.
Pengertian “Permusuhan Lahir Batin” antara
Suami Istri
10.
Pengertian Sekufu yang Menjadi Syarat Sahnya
Nikah Paksa
11.
Pengertian Mampu Membayar Maskawin dengan
Tunai
12.
Dalam Akad Nikah Dinyatakan “Kukawinkan
Padamu Perempuan Pinanganmu”. Padahal Lelaki Tidak Pernah Meminangnya
13.
Mushalla yang Diwakafkan Tidak Bisa Menjadi
Mesjid, Kalau Tidak Diniatkan
14.
Kawin yang Dipaksa, Sebab Berbuat Zina
15.
Ongkos Sewa untuk Pasar Malam, Dipergunakan
untuk Biaya Asrama Yatim Piatu
16.
Orang Shalat di Dekat Ka’bah, Harus
Benar-benar Menghadap Ka’bah
17.
Pindah dari Thariqah ke Thariqah Lain
18.
Nikah Secara Tahlil dengan Sengaja Akan
Dicerai Sesudah Bersetubuh
19.
Menyerahkan Zakat kepada Salah Seorang
Pezakat
20.
Memindahkan Zakat ke Dalam Batas Kota
21.
Melihat Barang yang Dijual dengan Memakai
Kacamata
22.
Bersentuhan Kulit Laki-laki dengan Kulit
Perempuan Lain Tanpa Beraling-aling
23.
Qadha Shalat dan Puasa Oleh Orang Lain yang
Masih Ada Hubungan Famili atau Diizini Famili Mayat
24.
Shalat Tarawih Bermakmum Kepada Imam yang
Fasik
25.
Hasil Barang Gadaian Dipakai Beramal Saleh
11.
Muktamar NU ke-11 (Banjarmasin,
1936)
§ KH. Hasyim
Asy'ari (Rais Akbar)
§ KH. Achmad
Nor (Ketua Tanfidziyah)
Diselenggarakan tanggal 9 Juni 1936
Agenda :
1.
Lelaki Memulai Salam Kepada Perempuan
2.
Orang yang Telinganya Bersuara Nging
3.
Perbedaan antara Al-Qur’an dan Hadis Qudsi
4.
Shalat Ghaib untuk Mayit yang Berada dalam
Negerinya
5.
Organisasi yang Melarang Meminjamkan Hak
Miliknya Kecuali pada Anggotanya
6.
Doa dari Nabi dengan Sighat Jama’ Diubah
Mufrad
7.
Kentongan dan Bedug yang Dipukul untuk
Memberitahukan Waktu Shalat
8.
Menyerahkan Kurban Tanpa Wakil
9.
Memberi Ongkos Pengetam Hasil Pengetaman
10.
Berhukum Langsung dengan al-Qur’an dan Hadis
Tanpa Memperhatikan Kitab Fiqh yang Ada
11.
Nama Negara Kita Indonesia
12.
Nazhir Mesjid Membeli Tegel Kembang untuk
Mesjid, dengan Uang yang Diwakafkan untuk Mesjid
13.
Memindah Bagian dari Mesjid
14.
Mengulang Bacaan Alhamdulillah Oleh Khatib
15.
‘Iddahnya Perempuan yang Belum Sampai Tahun
Lepas dari Haid yang Lalu
12.
Muktamar NU ke-12 (Malang, 1937)
§ KH. Hasyim
Asy'ari (Rais Akbar)
§ KH. Machfudz
Siddiq (Ketua Tanfidziyah)
Diselenggarakan tanggal 25 Maret 1937
Agenda :
1.
Saksi Diminta Bersumpah Supaya Tidak Berdusta
2.
Sebab Kitab Tasrifan Karangan K. Hasyim
Padangan Tidak Dimulai dengan Basmalah
3.
Suami berkata: “Kalau Istri Saya Minta Cerai,
Saya Cerai Saja”, Kaitannya dengan Ta’liq Talaq
4.
Membakar Lembaran al-Qur’an yang
Terserak-serak
5.
Anak Zina Ilhaq pada Suaminya
6.
Orang Kafir pada Akhir Hayatnya Mengucapkan
“Laailaha Illallaah”
7.
Menjalankan Apa yang Tersebut dalam al-Qur’an
dan Hadis, Tanpa Mazhab
8.
Menitipkan Uang dalam Bank
9.
Pakaian yang Berkotoran Darah Nyamuk Menempel
pada Badan yang Masih Basah
10.
Membaca Manaqib Syaikh Abdul Qadir
11.
Menghilangkan Najis dan Hadas Hanya dengan
Satu Kali Basuhan
12.
Wali Nikah yang Sudah Mewakilkan Ikut Datang
dalam Majelis Nikah
13.
Menukar Tanah Wakaf untuk Mesjid dengan Tanah
yang Lebih Banyak Manfaatnya
14.
Tobat Sesudah Matahari Terbit dari Barat
15.
Cabang/MWC/Ranting NU yang Tidak Mengerjakan
Anggaran Dasar NU dengan Tidak Karena Maksud Salah
16.
Mendirikan Jum’at yang Lebih dari yang
Dibutuhkan
17.
Mengerjakan Shalat Sunat, Padahal Masih
Berkewajiban Mengqadha Shalat Wajib
18.
Masyaqat yang Memperbolehkan Jum’at Lebih
dari Satu Tempat
13.
Muktamar NU ke-13 (Menes
Pandeglang Banten, 1938)
§ KH. Hasyim
Asy'ari (Rais Akbar)
§ KH. Machfudz
Siddiq (Ketua Tanfidziyah)
Diselenggarakan tanggal 12 Juli 1938
Agenda :
1.
Shalat Dhuha dengan Berjamaah
2.
Membaca al-Fatihah Oleh Makmum
3.
Shalat Hari Raya di Lapangan
4.
Bermakmum Kepada Golongan Khawarij Kaitannya
dengan I’adah/Mengulang Lagi Shalatnya
5.
Pengertian “Dharurat” Menurut Syara’
6.
Membeli Padi dengan Janji Dibayar Besok Panen
7.
Menggarapkan Sawah Kepada Orang yang Tidak
Mau Mengeluarkan Zakatnya
8.
Menyewa Pohon Karet untuk Diambil Getahnya
9.
Pemberian Hadiah untuk Melariskan Dagangannya
10.
Membeli Serumpun Pohon Bambu
11.
Inventarisasi Kantor yang Dibeli dengan Uang
Sumbangan dengan Maksud Wakaf
12.
Menyumpah Pendakwa yang Sudah Mempunyai Bukti
13.
Memberikan Kepada Sebagian Ahli Waris Tanpa
Ijab Qabul
14.
Menyerahkan Padi dengan Maksud Zakat
15.
Kepada Anak Muslim, Orang Tua Bernasehat:
“Kamu Harus Tetap Pada Agamamu.” Dan Kepada Anak Kristen, Bernasehat: “Kamu
Harus Tetap Pada Agamamu.”
16.
Pengertian “Balad” dalam Bab Zakat
17.
Berobat untuk Mencegah Hamil
18.
Membaca al-Qur’an dengan Putus-putus untuk
Memudahkan Mengajar Hijaiyyah
19.
Memasuki Organisasi Islam
20.
Menuduh Organisasi Nahdlatul Ulama Sebagai
Sesuatu yang Bid’ah
21.
Perkawinan Perempuan yang Dithalaq Raj’i
22.
Menggambar Binatang dengan Sempurna
Anggotanya
14.
Muktamar NU ke-14 (Magelang,
1939)
§ KH. Hasyim
Asy'ari (Rais Akbar)
§ KH. Machfudz
Siddiq (Ketua Tanfidziyah)
Diselenggarakan tanggal 1 Juli 1939
Agenda :
1.
Pengertian “Al-Sawad al-A’zham” dalam Hadis
Nabi
2.
Ta’wil Hadis “Di mana Tuhan Sebelum Terjadi
Langit dan Bumi.”
3.
Pengertian Menyerupai Orang Kafir
4.
Pengertian “Kejelekan” dalam Hadis yang Ada
Pada Kitab Qurrahal-‘Uyun
5.
Diam di Tengah Merajalelanya Bid’ah dan
Kezhaliman
6.
Menyimpan Gambar yang Diambil dengan Potret,
Lain dengan Menggambar Binatang dengan Potret
7.
Memperbaiki Mesjid dan Sesamanya dengan Uang
yang Dipungut dari Pasar Malam
8.
Memberikan Zakat kepada Yatim Piatu yang
Tidak Faqir atau Sesamanya
9.
Menjual Zakat Fitrah
10.
Perbedaan antara Balad al-Jum’ah dan Balad
al-Zakat
11.
Memberikan Zakat kepada Satu Orang Saja
12.
Mengadakan Syirkah/Perseroan dengan Jenis
Barangnya
13.
Pinjam dari Koperasi
14.
Maksud “Jrangkong, Thethian, Cenunuk”
15.
Lelaki Diberi Nafkah oleh Istrinya
16.
Membaca al-Qur’an di Gedung Zender Radio
17.
Kitab Taurat, Injil dan Zabur yang Ada pada
Tangan Orang Kristen dan Yahudi Sekarang
18.
Sebab Diwajibkan Mengikuti Salah Satu dari
Empat Mazhab
19.
Orang Perempuan Belajar Naik Sepeda
20.
Asuransi Jiwa
21.
Mengkhususkan Hak Milik untuk Anaknya Tertua
15.
Muktamar NU ke-15 (Surabaya,
1940)
§ KH. Hasyim
Asy'ari (Rais Akbar)
§ KH. Machfudz
Siddiq (Ketua Tanfidziyah)
Diselenggarakan tanggal 9 Februari 1940
Agenda :
1.
Keluarnya Orang Perempuan Bersama Wanita Lain
untuk Bershalat Hari Raya
2.
Tidak Mau Membeli di Toko Orang Islam
3.
Menjual Padi di Tangkainya
4.
Percekcokan Suami Istri Tidak Bisa
Didamaikan, Bisa Dianggap Syiqaq
5.
Menyusulnya Anggota Perseroan Pada Syirkah
6.
Mendatangi Rapat Organisasi atau Mengajar
7.
Shalat di Mesjid yang Dibangun dengan Uang
Haram
8.
Berdalihkan Dharurat untuk Memperbolehkan
Keluarnya Wanita dengan Membuka Aurat
9.
Hasil Perkebunan yang Dibeli dengan Uang
Haram
10.
Menikahi Perempuan yang Bukan Pinangannya
11.
Jual Kontrak (Penjualan Tempo dengan Janji
yang Tertentu dalam Tempo yang Tertentu Pula)
12.
Menyaksikan Gila untuk Pembubaran Nikah
13.
Adzan Pertama (Sebelum Khotib Naik Mimbar)
16.
Muktamar NU ke-16 (Purwokerto,
1946)
§ KH. Hasyim
Asy'ari (Rais Akbar)
§ KH. Nachrowi
Tohir (Ketua Tanfidziyah)
Diselenggarakan tanggal 26-29 Maret 1946
Agenda :
1.
Memerangi Tentara Musuh yang Sudah Ada
di Tengah-tengah Kita
2.
Mengeluarkan Zakat Bagian Sabilillah
3.
Perempuan Berpakaian Seragam Tentara
4.
Mayit Syuhada Dikubur di Tempat
Kematiannya
5.
Muslim Masuk Organisasi yang Tidak Berdasar
Islam
17.
Muktamar NU ke-17 (Madiun, 1947)
§ KH. Abdul
Wahab Hasbullah (Rais Aam)
§ KH. Nachrowi
Tohir (Ketua Tanfidziyah)
18.
Muktamar NU ke-18 (Jakarta, 1948)
§ KH. Abdul
Wahab Hasbullah (Rais Aam)
§ KH. Nachrowi
Tohir (Ketua Tanfidziyah)
19.
Muktamar NU ke-19 (Palembang,
1951)
§ KH. Abdul
Wahab Hasbullah (Rais Aam)
§ KH. Abdul
Wahid Hasyim (Ketua Tanfidziyah)
20.
Muktamar NU ke-20 (Surabaya,
1954)
§ KH. Abdul
Wahab Hasbullah (Rais Aam)
§ KH. Muhammad
Dahlan (Ketua Tanfidziyah)
Diselenggarakan tanggal 8 – 13 September 1954
Agenda :
1.
Menerjemahkan Khotbah Jum’at Selain Rukunnya
2.
Presiden Republik Indonesia Adalah Waliyul
Amri Dharuri bi asy-Syaukah
3.
Mengumumkan Awal Ramadhan/Syawal untuk Umum
dengan Hisab
4.
Sandiwara dengan Propaganda Islam
5.
Kas Mesjid Dinamakan Baitul Mal
21.
Muktamar NU ke-21 (Medan, 1956)
§ KH. Abdul
Wahab Hasbullah (Rais Aam)
§ KH. Idham
Chalid (Ketua Tanfidziyah)
22.
Muktamar NU ke-22 (Jakarta, 1959)
§ KH. Abdul
Wahab Hasbullah (Rais Aam)
§ KH. Idham
Chalid (Ketua Tanfidziyah)
23.
Muktamar NU ke-23 (Surakarta,
1962)
§ KH. Abdul
Wahab Hasbullah (Rais Aam)
§ KH. Idham
Chalid (Ketua Tanfidziyah)
Diselenggarakan tanggal 25–29 Desember 1962
Agenda :
1.
Hukum Alkohol
2.
Membangun Gedung Madrasah di Tanah yang
Diwakafkan untuk Mesjid
3.
Akad Indekost
4.
Wakaf untuk Sekolah Negeri
5.
Terjemah Akad Nikah
6.
Mengambil Bola Mata Mayit untuk Mengganti
Bola Mata Orang Buta
24.
Muktamar NU ke-24 (Bandung, 1967)
§ KH. Abdul
Wahab Hasbullah (Rais Aam)
§ KH. Idham
Chalid (Ketua Tanfidziyah)
25.
Muktamar NU ke-25 (Surabaya,
1971)
§ KH. Bisri
Syansuri (Rais Aam)
§ KH. Idham
Chalid (Ketua Tanfidziyah)
Diselenggarakan tanggal 20-25 Desember 1971
Agenda :
1.
Mendepositokan Uang dalam Bank
2.
Shalat Birrul Walidain
3.
Mengumpulkan Air Susu dari Beberapa Ibu untuk
di Rumah Sakit
4.
Pembuatan Sajadah dengan Bertuliskan Kalimah
Tauhid
5.
Memphoto Orang dengan Tidak Seizin yang
Diphoto
6.
Tatswib (ucapan ash-shalatu khairum
minannaum) pada Shalat Subuh
7.
Memindahkan Kuburan ke Tempat Lain
8.
Menggunakan Tanah untuk Madrasah, Kaitannya
dengan Wakaf
9.
Anggota DPR Melanggar Baiat
26.
Muktamar NU ke-26 (Semarang,
1979)
§ KH. Bisri
Syansuri (Rais Aam)
§ KH. Idham
Chalid (Ketua Tanfidziyah)
Diselenggarakan tanggal 5-11 Juni 1979
Agenda :
1.
Al-Qur’an Ditulis dengan Huruf/Brayel
2.
Piringan Hitam atau Kaset dari Al-Qur’an
3.
Terjemah Al-Qur’an oleh Orang yang Bukan
Islam
4.
Penggantian Kelamin
5.
Memberi
Imbalan Kepada Pengedar Derma
6.
Menambah Kalimah “Abdul Qadir Waliyullah”
Sesudah Kalimah Thayyibah
27.
Muktamar NU ke-27 (Situbondo,
1984)
§ KH. Achmad
Siddiq (Rais Aam)
§ KH.
Abdurrahman Wahid (Ketua Tanfidziyah)
Diselenggarakan tanggal 8-12 Desember 1984
Agenda :
1.
Keutamaan Dana untuk Naik Haji Ghairul Wajib
untukMembiayai Amaliyah yang Bersifat Sosial Kemasyarakatan
2.
Menyembelih Kurban tidak Dibagikan
3.
Kurban Bukan dengan Hewan Tetapi dengan Uang
4.
Menyembelih Kurban di Luar Hari Nahr dan Hari
Tasyriq
5.
Tidak Menyembelih Kurban untuk Diserahkan
Kepada Fakir/Miskin Sebagai Modal Usaha yang Lebih Produktif
6.
Kulit Hewan
Kurban Dikumpulkan dan Dijual untuk Membangun Mushalla, Madrasah
7.
Panitia Zakat yang Dibentuk Kelurahan
8.
Badan-badan Sosial Mendapat Zakat
9.
Sebagian Zakat Tidak Diberikan Kepada
Golongan yang Berhak
10.
Sebagian Zakat Dijadikan Modal Usaha
11.
Zakat Fitrah Dijual Oleh Panitia dan
Digunakan Menurut Kebijaksanaan Panitia
12.
Menyelenggarakan Shalat Jum’at di
Kantor-kantor
13.
Menyelenggarakan Shalat Jum’at di Daerah yang
Ada Mesjid dan Telah Menyelenggarakan Shalat Jum’at
14.
Masalah Cek
15.
Pembayaran Menggunakan Cek Kosong
16.
Mencairkan Cek Mundur Mendapat Potongan
Berdasarkan Prosentase
28.
Muktamar NU ke-28 (Yogyakarta,
1989)
§ KH. Achmad
Siddiq (Rais Aam)[2]
§ KH.
Abdurrahman Wahid (Ketua Tanfidziyah)
Diselenggarakan tanggal 25-28 November 1989
Agenda :
1.
Tayamum di Pesawat dengan Menggunakan Kursi
Sebagai Alatnya
2.
Usaha untuk Menangguhkan Haid Supaya Bisa
Menyelesaikan Ibadahnya
3.
Arisan Haji yang Jumlah Setorannya
Berubah-ubah
4.
Haji dengan Cara Mengambil Kredit Tabungan
Haji Pegawai Negeri
5.
Nikah Atara Dua Orang Berlainan Agama di
Indonesia
6.
Akad Nikah dengan Mahar Muqaddam Sebelum Akad
7.
Kedudukan Thalaq di Pengadilan Agama
8.
Sebelum Berakhir Masa Iddahnya, Ternyata
Rahim Tidak Berisi Janin
9.
Memberi Nama Anak dengan Lafal Abdun yang
Mudhaf selain Nama Allah
10.
Vasektomi dan Tubektomi
11.
Menggunakan Spiral/IUD
12.
Wasiat Mengenai Organ Tubuh Mayit
13.
Tindakan Medis Terhadap Pasien yang Sulit
Diharapkan Hidupnya
14.
Menjual Barang dengan Dua Macam Harga
15.
Air Bersih Hasil Proses Pengolahan
16.
Mu’amalah dalam Bursa Efek
17.
Bursa Valuta dan Kaitannya dengan Zakat
18.
Kedudukan Hak Cipta dalam Hukum Waris
19.
Nama Akad Program Tebu Rakyat Intensifikasi
20.
Hasil dari Kerja Pada Pabrik Bir dan Tempat
Hiburan Maksiat
21.
Menghimpun Dana Kesejahteraan Siswa
22.
Mengembangkan Macam-macam Mal Zakawi
23.
Mendayagunakan Harta Zakat dalam Bentuk Usaha
Ekonomi
29.
Muktamar NU ke-29 (Tasikmalaya,
1994)
§ KH. M. Ilyas
Ruchiyat (Rais Aam)
§ KH.
Abdurrahman Wahid (Ketua Tanfidziyah)
Diselenggarakan tanggal 4 Desember 1994
Agenda :
1.
Transplantasi Organ Babi untuk Manusia
2.
Kontrasepsi dengan Vaksin yang Bahan
Mentahnya Sperma Lelaki
3.
Menitipkan Sperma Suami dan Indung Telur ke
Rahim Perempuan Lain
4.
Melontar Jumrah pada Hari Tasyriq Sebelum
Tergelincir Matahari
5.
Intervensi Pemerintah dengan Menentukan UMR
6.
Mempekerjakan Wanita pada Malam Hari di Luar
Rumah
7.
Akad TRI (Tebu Rakyat Intensifikasi)
8.
Menggusur Tanah Rakyat untuk Kepentingan Umum
9.
Mencemarkan Lingkungan
30.
Muktamar NU ke-30 (Kediri, 1999)
§ KH. MA.
Sahal Machfudh (Rais Aam)
§ KH. A.
Hasyim Muzadi (Ketua Tanfidziyah)
31.
Muktamar NU ke-31 (Surakarta,
2004)
§ KH. MA.
Sahal Machfudh (Rais Aam)
§ KH. A.
Hasyim Muzadi (Ketua Tanfidziyah)
32.
Muktamar NU ke-32 (Makassar,
2010)
§ KH. MA.
Sahal Machfudh (Rais Aam)[3]
§ KH. Said
Aqil Siradj (Ketua Tanfidziyah)
33.
Muktamar NU ke-33 (Jombang, 2015)
§ KH. Ma'ruf
Amin (Rais Aam)[4]
§ KH. Said
Aqil Siradj (Ketua Tanfidziyah)
[1] Jabatan Rais Akbar hanya
ada pada masa KH. Hasyim Asy’ari sebagai penghormatan kepada beliau.
[2] Beliau wafat tahun 1991
kemudian digantikan oleh KH. M. Ilyas Ruchiyat menjadi Pjs Rais Aam 1992-1994
[3]Beliau wafat tahun 2014 kemudian digantikan oleh
KH. A. Musthofa Bisri menjadi Plt Rais Aam 2014-2015.
[4] Beliau terpilih menjadi
Wakil Presiden mendampingi Presiden RI Joko Widodo. Jabatan Rais Aam digantikan
oleh KH. Miftachul Akhyar mulai tanggal 22 September 2018.